MAJALAHASIK.COM - Sepuluh tahun lalu, sejarah kelam melanda Nepal. Ketika itu, pembantaian tragis menimpa keluarga Kerajaan di negeri lereng Himalaya tersebut.
Raja dan Ratu Nepal tewas ditembak oleh putra kandung mereka, yang juga pewaris tahta kerajaan, Pangeran Dipendra. Total, sebelas orang tewas dalam penembakan di istana Kathmandu itu, termasuk Dipendra.
Menurut stasiun televisi BBC, tragedi bermula dari cekcok antara Dipendra dengan ibunya, Ratu Aishwarya, menyangkut rencana pernikahan. Rupanya, Aishwarya tidak setuju dengan calon istri pilihan Dipendra.
Sakit hati dengan penolakan ibunya, Dipendra mengamuk. Tak lama kemudian dia menembak mati siapapun yang berada di hadapannya, termasuk Raja Birendra dan Pangeran Niranjan, yang masing-masing ayah dan saudara kandungnya.
Sejumlah saudara dan kerabat Dipendra pun tak lolos dari penembakan. Satu-satunya kerabat yang lolos dari maut adalah Pangeran Gyanendra, yang saat itu berada di luar negeri.
Dipendra pun menderita koma dari tanggal 1-4 Juni setelah kepalanya tertembak di lokasi kejadian. Uniknya, selama menjalani masa koma Dipendra dinobatkan sebagai raja baru Nepal hingga akhirnya menghembuskan nafas terakhir pada 4 Juni 2001. Dia akhirnya diganti oleh pamannya, Gyanendra.
Bagi sebagian rakyat Nepal, penembakan ini masih menjadi misteri. Pasalnya, mereka ragu bila Dipendra, yang dikenal berpenampilan santun dan kalem, bisa mengamuk sedemikian hebat. Kecurigaan pun diarahkan ke Gyanendra, satu-satunya anggota kerajaan yang selamat.
Gyanendra pun untuk kali kedua menjadi raja, kali ini menggantikan Dipendra. Namun, kekuasaan Gyanendra hanya berlangsung dari 2001 hingga 2008.
Tuntutan agar Nepal tidak lagi diperintah oleh monarki semakin kuat. Maka, pada 28 Mei 2008, Nepal tidak berganti bentuk negara, dari kerajaan menjadi republik federal.
Maka, mulai 2008, negeri itu tidak lagi diperintah raja, melainkan presiden. Pada 23 Juli 2008, Ram Baran Yadav dilantik menjadi presiden. Kerajaan Nepal pun berakhir.