MAJALAHASIK.COM - Bagi sebagian kalangan, masyarakat Jepang patut menjadi contoh sebuah komunitas yang sangat kuat menghadapi krisis dan masalah. Seorang peneliti dan psikolog, Barbara Fredrickson, menemukan kunci mengapa kebanyakan warga Jepang mampu menghadapi rentetan bencana, gempa, tsunami, dan krisis nuklir. Apa rahasianya?
Menurut Fredrickson, emosi positif menentukan ketahanan seseorang mengatasi masalah. Agar selalu berpikiran positif, seseorang harus memiliki perbandingan energi positif dan negatif, 1:3. Satu emosi negatif harus dibalas dengan minimal tiga emosi positif agar seseorang mampu mengatasi krisis.
"Emosi positif akan menjadi kekuatan berubah dan bangkit dari kesulitan. Namun bila di titik kritis, emosi negatif akan membawa seseorang makin jatuh." ungkapnya seperti dimuat dalam harian The Huffington Post.
Dalam bukunya "Positivity", Fredrickson menyimpulkan ada sepuluh besar emosi positif yang paling umum: sukacita, rasa syukur, ketenangan, rasa tertarik, harapan, kebanggaan, hiburan, inspirasi, kekaguman dan cinta.
Saat krisis, reaksi paling umum adalah kebutuhan memperoleh curahan cinta, dukungan dan koneksi. "Krisis membuat kita menghargai hubungan dengan orang lain agar bertahan dalam kehidupan. Respon lainnya adalah rasa syukur dan lebih menghargai hidup."
Saat dihadapkan pada kesulitan, orang terbuka dan ingin tahu, selalu berusaha mencari hal positif sebagai pondasi untuk membangun kembali kehidupannya.
Menurut Fredrickson, di saat krisis pula, seseorang akan lebih menghargai perbedaan individu dan kolektif dan menggunakannya sebagai inspirasi menuju perbaikan. Semua energi positif, secara keseluruhan akan membawa ketenangan dan harapan lebih baik di masa datang.
Dia menyarankan, saat masalah menghadang, jangan menganggap tak ada atau berusaha menghindar. Tapi, segera selesaikan dan cari solusi. Siapkan pula diri dengan bekal mental dan emosi positif.