
Angelina
adalah putri keluarga Anemon, salah satu keluarga terpandang di kota
Lazara. Hari ini usianya tepat tujuh belas tahun.
Orang tuanya yang kaya
raya mengundang seluruh teman-teman sekolah Angelina ke istananya yang
megah untuk memeriahkan pesta ulang tahunnya. Meski ia cantik dan hidup
bak putri Cinderella, namun semua orang tahu Angelina adalah gadis
angkuh yang suka menghina orang.
Ia diberi anugerah kecantikan yang
mempesona dan terlahir dari darah bangsawan yang kaya raya, namun orang
tuanya tak menurunkan kebajikan hati dan kesopanan pada Angelina.
Sifatnya sangat bertolak belakang dengan orang tua dan
saudara-saudarinya.
Di sekolah, hampir tak ada yang mau menjadi
sahabatnya karena takut dihina dan dijadikannya budak. Meski wajahnya
seperti primadona tapi tak satupun pemuda yang mau mendekatinya karena
perangainya yang buruk.
Di sekolahnya, ada satu temannya yang sangat
tidak ia sukai dan selalu dihinanya. Dia bernama Alika, gadis berkulit
gelap dan wajahnya dipenuhi bulu tipis. Angelina sering memanggilnya
monyet. Dan malam ini, gadis yang dipanggil Angelina dengan sebutan
monyet itu akan hadir di pesta ulang tahunnya. Ia tak tahu mengenai hal
itu karena orang tuanya tak memberitahunya.
Satu
jam menjelang pestanya dimulai, Angelina bersiap di dalam kamarnya. Ia
selalu total dalam berpenampilan, karena ia menganut hidup perfeksionis.
Saat adik lelakinya, Albert, melintas pintu kamarnya, Angelina
memanggil bocah lelaki berusia dua belas tahun itu karena tak suka
dengan pakaian yang dikenakan Albert.
“Kau
seperti anak sopir! Ganti setelan jasmu! Aku heran, kenapa ibu
memberiku adik yang kampungan sepertimu?”Cela Angelina sembari melapisi
pipinya dengan blush-on warna merah muda yang merona cerah.
Albert
hanya menggerutu lalu masuk ke dalam kamarnya. Sementara Angelina
berbaring di atas kasurnya yang empuk sembari bercermin. Gadis itu
tersenyum sendiri, mengagumi kecantikannya. “Cinderella cantik karena
sihir ibu peri. Tapi kau, kau cantik karena Tuhan mencintaimu.
Bunga-bunga musim semi pun akan iri jika mereka bercermin di sampingmu,
Angelina.”
Tanpa
terasa, rasa kantuk menyergap. Angelina tertidur sebentar di atas
tempat tidurnya. Tak lama kemudian, Albert menyelinap masuk ke dalam
kamarnya untuk meminta komentar soal pakaian barunya.
Namun bocah itu
melihat kakak perempuannya yang angkuh sedang tertidur pulas. Muncul
niat nakal di otaknya. Ia mengambil peralatan make-up kakaknya, lalu
merias wajah kakaknya seperti monyet. Wajah Angelina berubah menjadi
hitam. Albert hanya tertawa cekikikan, lalu pergi sembari mengambil
cermin tangan yang dipegang Angelina.
Tepat
pukul tujuh malam, jam di rumah keluarga Anemon berdentang keras.
Angelina terbangun dan marah-marah karena ia ketiduran dan tak ada
seorang pun yang membangunkannya. Matanya yang sedikit sayu langsung
menatap jam di atas meja. Gadis itu berteriak karena pesta ulang tahunya
siap dimulai. Angelina lari meninggalkan kamar dan mendatangi bibir
tangga. Di sana ia bertemu dua pelayannya yang membungkuk memberi salam.
“Bodoh! Kenapa kalian tidak membangunkanku?”
Dua
pelayan itu ketakutan. Saat seorang pelayan mengangkat mukanya dan
memandang wajah Angelina, pelayan itu shock dan langsung tertawa.
“Kenapa kau malah tertawa?”Bentak Angelina.
“Nona, sebaiknya Nona bercermin dulu!”Saran pelayan itu.
“Lancang!”Bentak
Angelina sembari sibuk merapikan roknya yang agak kusut. “Seluruh orang
di Lazara pun tahu kalau Angelina Anemon memiliki wajah cantik jelita.
Untuk apa lagi aku harus berkaca? Sebaiknya kau yang melihat kaca!
Wajahmu semakin hari semakin mirip monyet!”
Angelina
si gadis sombong itu lalu berlari menuruni tangga. Di belakangnya, dua
pelayan itu tertawa sembari mengolok Angelina dalam hati, “Apa dia lupa
ngaca? Dia sendiri yang mirip monyet!”
Di
lantai satu tepatnya di ruang tengah, Angelina berlari mencari orang
tua dan para tamunya. Semua orang berkumpul di kebun samping rumahnya.
Namun di ruang tengah, ia bertemu dengan teman yang sangat dibencinya,
Alika. Mereka berlari dari arah yang berlawanan, dan akhirnya saling
bertabrakan. Angelina jatuh di dekat tangga, sedangkan Alika terdorong
menimpa seorang pelayan yang sedang berjalan membawa kue ulang tahun
Angelina. Sontak, kue tart berlilin tujuh belas itu jatuh ke lantai
bersama pelayannya.
“Arghh……..”Pelayan itu menjatuhkan kue tart.
Angelina
benar-benar murka saat tahu ada Alika di pestanya dan sekarang merusak
kue ulang tahunnya. Gadis itu langsung menarik tangan Alika dan
menyeretnya ke dekat kue tart yang tercecer di lantai. Alika berteriak
meminta tolong. Orang tua dan para tamu yang ada di kebun samping
langsung berdatangan ke ruang tengah rumah Angelina. Mereka semua
terkejut melihat Angelina memaksa Alika menempelkan wajahnya ke kue tart
miliknya yang rusak dan tercecer di lantai.
“Angelina, apa yang kau lakukan?”Teriak Rosaria, mama Angelina.
“Dia sudah merusak kue ulang tahunku. Lagipula, kenapa dia ada di sini? Aku gak undang dia.”Angelina marah-marah.
“Mama yang mengundangnya. Bukankah dia teman sekolahmu, sama seperti mereka (menunjuk teman-teman Angelina yang shock, berdiri mengelilingi ruang tengah)”
“Iya.
Tapi aku gak suka sama dia (menunjuk Alika). Dia itu gak pantas jadi
temanku. Lihat aja kulitnya, gelap kaya kelelawar. Wajahnya hitam dan
berbulu seperti monyet.”
“Angelina, kau jangan menghina temanmu seperti itu!”Bentak Rosaria.
“Dia
memang seperti itu. Aku gak mau punya teman jelek kaya dia?”Angelina
terus mencerca Alika. Gadis itu lalu menarik Alika dari lantai dan
menjambak rambutnya. “Lihat dirimu! Kau tak pantas ada di sini! Kau itu
jelek seperti monyet!”
Rosaria
menarik tangan Angelina dan menjauhkan putrinya dari Alika. “Kau sudah
kelewatan. Kau tidak boleh menghina temanmu seperti monyet! Apa kau tak
bercermin anakku?”
Angelina tertawa menatap mamanya. “Bercermin?”
Albert
datang dan membawa cermin tangan milik Angelina. Bocah itu menepuk
punggung Angelina dan memberikan cermin itu ke kakaknya.
“Kau juga menyuruhku bercermin?”Angelina tertawa menoleh Albert dengan tatapan angkuh.
Albert mengangguk.
“Baiklah!”Angelina mengambil cermin itu lalu ia bercermin.
“ARGHHH……………………..”Angelina
berteriak sangat keras, diiringi suara tawa teman-temannya. Mereka lalu
berteriak, “Selamat ulang tahun, Monyet!”
Dear My Monyet….
Aku
ini manusia. Tepatnya manusia gila yang mencintai seekor monyet. Puas
kamu, Monyet? Aku tahu kamu pasti terbahak-bahak membaca surat ini,
secara ini kali pertama aku menulis surat buat (lagi-lagi) se-ekor
monyet. Kamu pasti tersenyum lebar dengan memasang wajah meledek. Itu
pasti kau lakukan, bukan?..
Anehnya
hanya kamu monyet yang aku taksir. Untungnya tidak ada monyet-monyet
lain yang aku suka. Jika begitu, bisa pusing tujuh keliling kepalaku.
Bagaimana tidak, kamu itu benar-benar makhluk yang nakal dan
menyebalkan. Menyebalkan? iya, ini yang membuat aku memutuskan untuk
berpisah darimu. Aku tidak suka ketika kamu mengkritik aku di depan
teman-temanku. Padahal kamu tahu, teman-temanku itu semua adalah
manusia, sedangkan kamu hanya Monyet. Monyet dan manusia, itu terbentang
jarak yang jauh berbeda. Tapi untuk urusan cinta, mengapa jarak itu
bagaikan tidak ada? Atau memang aku yang sinting karena jatuh hati pada
Monyet?…
Ah,
kamu memang monyet yang menggemaskan, lucu, dan kuasa menceriakan warna
hidupku. Kamu pandai membuat aku datang terus menerus setiap hari ke
kandangmu. Tanpa rasa bosan sedikit pun. Dan juga tanpa rasa takut
secuil pun pada orang tuamu, yaitu Gorila. Mereka suka galak menerimaku
di depan pintu kadang istana kalian. Wajar, itu sebagai wujud bahwa
mereka sebagai orang tua tidak mau anaknya terluka atau terjadi hal-hal
yang tidak inginkan.
Terluka?
Bah, malah aku yang terluka. Berhari-hari setelah perpisahan kita,
hatiku sangat tertekan. Aku ingin menangis, tapi aku lelaki, sayangku.
Oh my dearest monyet. Pantang bagiku untuk menangis. Jika aku ingat
kesalahan-kesalahan yang kau perbuat, aku jadi kesal kembali. Kesal tapi
kangen sumpah mati kepadamu. Antara benci dan rindu, itu hanya sebatas
benang tipis. Mungkin melebihi benang yang tipis. Sebagai lelaki, aku
punya harga diri dan tak mau diremehkan. Dan tanpa kamu sadari, kamu
suka melakukan hal itu kepada kekasihmu ini yang berwujud manusia.
Bukankah seorang lelaki itu martabatnya lebih tinggi dibandingkan
perempuan? Apalagi hanya perempuan yang berjenis monyet, seperti kamu.
Jaman
boleh modern sayangku, Monyet. Kamu boleh jadi monyet yang kaya
dibandingkan aku- lekaki yang manusia. Tapi aku perlu dihargai. Aku
tidak boleh tampak rendah di depan kawan-kawanku. Walau mereka itu
terkadang sikapnya melebihi monyet, yaitu tengil ketinggian. Kamu yang
mempunyai kelamin perempuan haruslah bisa bersikap dan menempatkan diri
harus bagaimana. Sang lelaki itu akan menjadi pemimpinmu di suatu hari
nanti. Aku memang belum punya apa-apa. Tapi suatu saat nanti, aku akan
punya macam-macam, yaitu aku, kamu, anak-anak dan kebahagiaan.
Tidakkah
kamu ingin seperti itu sayangku, Monyet? Sebetulnya aku masih
mengharapkanmu. Aku masih berharap kamu akan berubah. Namun apa dayaku,
Monyet akanlah tetap menjadi Monyet dan tak kan pernah menjadi manusia.
Aku
rindu monyetku. Biar senakal apapun kamu, kamu pernah mengisi
hari-hariku dengan tawa dan ini sulit aku untuk melupakannya. Aku,
manusia dan Kamu, Monyet-Tidak ada sepasang kekasih yang seperti kita.
Camkan itu…
Apakah
kamu baik-baik saja Monyetku? Aku yakin kamu baik-baik saja. Seperti
aku, baik-baik saja. Dan aku yakin, sebelum hari ini, kamu pasti
mengalami rindu, resah, dan macam-macam kegalauan yang luar biasa. Aku
juga begitu. Tapi memang itu prosesnya.
Monyetku,
pernah tidak kamu berpikiran untuk berubah wujud menjadi manusia?
Mengapa aku tanyakan ini? Meski seperempat jiwaku melupa akan dirimu,
tetapi aku masih berkhayal suatu hari nanti kamu menggandeng tanganku
dengan penuh senyum manis. Senyuman manis seorang manusia. Bukan
senyuman seekor Monyet.
Dimana
pun kamu berada atau kamu sedang ngapain, aku yakin hati kita masih
berpaut. Bukannya aku terlalu percaya diri, namun pohon kelapa tempat
favorite-mu itulah yang mengatakan padaku. Dia bilang, kamu sering
menghampirinya. Entah itu untuk menangis. Mengingat. Merindu.Meresah.
Dan mengigau namaku. Aku juga begitu sayang…
Baiklah,
jika surat ini sampai di tanganmu yang penuh bulu itu, tolong dibaca
dan disimpan baik-baik. karena inilah surat pertamaku sebagai
lelaki-manusia-yang jatuh cinta kepada perempuan-monyet.
Yang Pernah dulu di hatimu,
Cerpen ini Tulisan dari Derry Ardyan.