Halo Sobat! | Members area : Register | Sign in
Pasang Iklan | Kontak | Profile | Link | Donasi | Sitemap
Artikel Terbaru :

Aku Ini Seekor Monyet, Bukan Manusia

Ditulis Oleh Keyoy on 29 November 2011 | 11/29/2011 03:21:00 PM

Angelina adalah putri  keluarga Anemon, salah satu keluarga terpandang di kota Lazara. Hari ini usianya tepat tujuh belas tahun.

Orang tuanya yang kaya raya mengundang seluruh teman-teman sekolah Angelina ke istananya yang megah untuk memeriahkan pesta ulang tahunnya. Meski ia cantik dan hidup bak putri Cinderella, namun semua orang tahu Angelina adalah gadis angkuh yang suka menghina orang.

Ia diberi anugerah kecantikan yang mempesona dan terlahir dari darah bangsawan yang kaya raya, namun orang tuanya tak menurunkan kebajikan hati dan kesopanan pada Angelina. Sifatnya sangat bertolak belakang dengan orang tua dan saudara-saudarinya.

Di sekolah, hampir tak ada yang mau menjadi sahabatnya karena takut dihina dan dijadikannya budak. Meski wajahnya seperti primadona tapi tak satupun pemuda yang mau mendekatinya karena perangainya yang buruk.

Di sekolahnya, ada satu temannya yang sangat tidak ia sukai dan selalu dihinanya. Dia bernama Alika, gadis berkulit gelap dan wajahnya dipenuhi bulu tipis. Angelina sering memanggilnya monyet. Dan malam ini, gadis yang dipanggil Angelina dengan sebutan monyet itu akan hadir di pesta ulang tahunnya. Ia tak tahu mengenai hal itu karena orang tuanya tak memberitahunya.


Satu jam menjelang pestanya dimulai, Angelina bersiap di dalam kamarnya. Ia selalu total dalam berpenampilan, karena ia menganut hidup perfeksionis. Saat adik lelakinya, Albert, melintas pintu kamarnya, Angelina memanggil bocah lelaki berusia dua belas tahun itu karena tak suka dengan pakaian yang dikenakan Albert.


“Kau seperti anak sopir! Ganti setelan jasmu! Aku heran, kenapa ibu memberiku adik yang kampungan sepertimu?”Cela Angelina sembari melapisi pipinya dengan blush-on warna merah muda yang merona cerah.


Albert hanya menggerutu lalu masuk ke dalam kamarnya. Sementara Angelina berbaring di atas kasurnya yang empuk sembari bercermin. Gadis itu tersenyum sendiri, mengagumi kecantikannya. “Cinderella cantik karena sihir ibu peri. Tapi kau, kau cantik karena Tuhan mencintaimu. Bunga-bunga musim semi pun akan iri jika mereka bercermin di sampingmu, Angelina.”


Tanpa terasa, rasa kantuk menyergap. Angelina tertidur sebentar di atas tempat tidurnya. Tak lama kemudian, Albert menyelinap masuk ke dalam kamarnya untuk meminta komentar soal pakaian barunya. 

Namun bocah itu melihat kakak perempuannya yang angkuh sedang tertidur pulas. Muncul niat nakal di otaknya. Ia mengambil peralatan make-up kakaknya, lalu merias wajah kakaknya seperti monyet. Wajah Angelina berubah menjadi hitam. Albert hanya tertawa cekikikan, lalu pergi sembari mengambil cermin tangan yang dipegang Angelina.


Tepat pukul tujuh malam, jam di rumah keluarga Anemon berdentang keras. Angelina terbangun dan marah-marah karena ia ketiduran dan tak ada seorang pun yang membangunkannya. Matanya yang sedikit sayu langsung menatap jam di atas meja. Gadis itu berteriak karena pesta ulang tahunya siap dimulai. Angelina lari meninggalkan kamar dan mendatangi bibir tangga. Di sana ia bertemu dua pelayannya yang membungkuk memberi salam.


“Bodoh! Kenapa kalian tidak membangunkanku?”


Dua pelayan itu ketakutan. Saat seorang pelayan mengangkat mukanya dan memandang wajah Angelina, pelayan itu shock dan langsung tertawa.


“Kenapa kau malah tertawa?”Bentak Angelina.


“Nona, sebaiknya Nona bercermin dulu!”Saran pelayan itu.


“Lancang!”Bentak Angelina sembari sibuk merapikan roknya yang agak kusut. “Seluruh orang di Lazara pun tahu kalau Angelina Anemon memiliki wajah cantik jelita. Untuk apa lagi aku harus berkaca? Sebaiknya kau yang melihat kaca! Wajahmu semakin hari semakin mirip monyet!”


Angelina si gadis sombong itu lalu berlari menuruni tangga. Di belakangnya, dua pelayan itu tertawa sembari mengolok Angelina dalam hati, “Apa dia lupa ngaca? Dia sendiri yang mirip monyet!”


Di lantai satu tepatnya di ruang tengah, Angelina berlari mencari orang tua dan para tamunya. Semua orang berkumpul di kebun samping rumahnya. Namun di ruang tengah, ia bertemu dengan teman yang sangat dibencinya, Alika. Mereka berlari dari arah yang berlawanan, dan akhirnya saling bertabrakan. Angelina jatuh di dekat tangga, sedangkan Alika  terdorong menimpa seorang pelayan yang sedang berjalan membawa kue ulang tahun Angelina. Sontak, kue tart berlilin tujuh belas itu jatuh ke lantai bersama pelayannya.


“Arghh……..”Pelayan itu menjatuhkan kue tart.

Angelina benar-benar murka saat tahu ada Alika di pestanya dan sekarang merusak kue ulang tahunnya. Gadis itu langsung menarik tangan Alika dan menyeretnya ke dekat kue tart yang tercecer di lantai. Alika berteriak meminta tolong. Orang tua dan para tamu yang ada di kebun samping langsung berdatangan ke ruang tengah rumah Angelina. Mereka semua terkejut melihat Angelina memaksa Alika menempelkan wajahnya ke kue tart miliknya yang rusak dan tercecer di lantai.


“Angelina, apa yang kau lakukan?”Teriak Rosaria, mama Angelina.


“Dia sudah merusak kue ulang tahunku. Lagipula, kenapa dia ada di sini? Aku gak undang dia.”Angelina marah-marah.


“Mama yang mengundangnya. Bukankah dia teman sekolahmu, sama seperti mereka (menunjuk teman-teman Angelina yang shock, berdiri mengelilingi ruang tengah)”


“Iya. Tapi aku gak suka sama dia (menunjuk Alika). Dia itu gak pantas jadi temanku. Lihat aja kulitnya, gelap kaya kelelawar. Wajahnya hitam dan berbulu seperti monyet.”


“Angelina, kau jangan menghina temanmu seperti itu!”Bentak Rosaria.


“Dia memang seperti itu. Aku gak mau punya teman jelek kaya dia?”Angelina terus mencerca Alika. Gadis itu lalu menarik Alika dari lantai dan menjambak rambutnya. “Lihat dirimu! Kau tak pantas ada di sini! Kau itu jelek seperti monyet!”


Rosaria menarik tangan Angelina dan menjauhkan putrinya dari Alika. “Kau sudah kelewatan. Kau tidak boleh menghina temanmu seperti monyet! Apa kau tak bercermin anakku?”


Angelina tertawa menatap mamanya. “Bercermin?”


Albert datang dan membawa cermin tangan milik Angelina. Bocah itu menepuk punggung Angelina dan memberikan cermin itu ke kakaknya.


“Kau juga menyuruhku bercermin?”Angelina tertawa menoleh Albert dengan tatapan angkuh.

Albert mengangguk.


“Baiklah!”Angelina mengambil cermin itu lalu ia bercermin.


“ARGHHH……………………..”Angelina berteriak sangat keras, diiringi suara tawa teman-temannya. Mereka lalu berteriak, “Selamat ulang tahun, Monyet!”



Dear My Monyet….

Aku ini manusia. Tepatnya manusia gila yang mencintai seekor monyet. Puas kamu, Monyet? Aku tahu kamu pasti terbahak-bahak membaca surat ini, secara ini kali pertama aku menulis surat buat (lagi-lagi) se-ekor monyet. Kamu pasti tersenyum lebar dengan memasang wajah meledek. Itu pasti kau lakukan, bukan?..


Anehnya hanya kamu monyet yang aku taksir. Untungnya tidak ada monyet-monyet lain yang aku suka. Jika begitu, bisa pusing tujuh keliling kepalaku. Bagaimana tidak, kamu itu benar-benar makhluk yang nakal dan menyebalkan. Menyebalkan? iya, ini yang membuat aku memutuskan untuk berpisah darimu. Aku tidak suka ketika kamu mengkritik aku di depan teman-temanku. Padahal kamu tahu, teman-temanku itu semua adalah manusia, sedangkan kamu hanya Monyet. Monyet dan manusia, itu terbentang jarak yang jauh berbeda. Tapi untuk urusan cinta, mengapa jarak itu bagaikan tidak ada? Atau memang aku yang sinting karena jatuh hati pada Monyet?…


Ah, kamu memang monyet yang menggemaskan, lucu, dan kuasa menceriakan warna hidupku. Kamu pandai membuat aku datang terus menerus setiap hari ke kandangmu. Tanpa rasa bosan sedikit pun. Dan juga tanpa rasa takut secuil pun pada orang tuamu, yaitu Gorila. Mereka suka galak menerimaku di depan pintu kadang istana kalian. Wajar, itu sebagai wujud bahwa mereka sebagai orang tua tidak mau anaknya terluka atau terjadi hal-hal yang tidak inginkan.


Terluka? Bah, malah aku yang terluka. Berhari-hari setelah perpisahan kita, hatiku sangat tertekan. Aku ingin menangis, tapi aku lelaki, sayangku. Oh my dearest monyet. Pantang bagiku untuk menangis. Jika aku ingat kesalahan-kesalahan yang kau perbuat, aku jadi kesal kembali. Kesal tapi kangen sumpah mati kepadamu. Antara benci dan rindu, itu hanya sebatas benang tipis. Mungkin melebihi benang yang tipis. Sebagai lelaki, aku punya harga diri dan tak mau diremehkan. Dan tanpa kamu sadari, kamu suka melakukan hal itu kepada kekasihmu ini yang berwujud manusia. Bukankah seorang lelaki itu martabatnya lebih tinggi dibandingkan perempuan? Apalagi hanya perempuan yang berjenis monyet, seperti kamu.


Jaman boleh modern sayangku, Monyet. Kamu boleh jadi monyet yang kaya dibandingkan aku- lekaki yang manusia. Tapi aku perlu dihargai. Aku tidak boleh tampak rendah di depan kawan-kawanku. Walau mereka itu terkadang sikapnya melebihi monyet, yaitu tengil ketinggian. Kamu yang mempunyai kelamin perempuan haruslah bisa bersikap dan menempatkan diri harus bagaimana. Sang lelaki itu akan menjadi pemimpinmu di suatu hari nanti. Aku memang belum punya apa-apa. Tapi suatu saat nanti, aku akan punya macam-macam, yaitu aku, kamu, anak-anak dan kebahagiaan.


Tidakkah kamu ingin seperti itu sayangku, Monyet? Sebetulnya aku masih mengharapkanmu. Aku masih berharap kamu akan berubah. Namun apa dayaku, Monyet akanlah tetap menjadi Monyet dan tak kan pernah menjadi manusia.


Aku rindu monyetku. Biar senakal apapun kamu, kamu pernah mengisi hari-hariku dengan tawa dan ini sulit aku untuk melupakannya. Aku, manusia dan Kamu, Monyet-Tidak ada sepasang kekasih yang seperti kita. Camkan itu…


Apakah kamu baik-baik saja Monyetku? Aku yakin kamu baik-baik saja. Seperti aku, baik-baik saja. Dan aku yakin, sebelum hari ini, kamu pasti mengalami rindu, resah, dan macam-macam kegalauan yang luar biasa. Aku juga begitu. Tapi memang itu prosesnya.


Monyetku, pernah tidak kamu berpikiran untuk berubah wujud menjadi manusia? Mengapa aku tanyakan ini? Meski seperempat jiwaku melupa akan dirimu, tetapi aku masih berkhayal suatu hari nanti kamu menggandeng tanganku dengan penuh senyum manis. Senyuman manis seorang manusia. Bukan senyuman seekor Monyet.


Dimana pun kamu berada atau kamu sedang ngapain, aku yakin hati kita masih berpaut. Bukannya aku terlalu percaya diri, namun pohon kelapa tempat favorite-mu itulah yang mengatakan padaku. Dia bilang, kamu sering menghampirinya. Entah itu untuk menangis. Mengingat. Merindu.Meresah. Dan mengigau namaku. Aku juga begitu sayang…


Baiklah, jika surat ini sampai di tanganmu yang penuh bulu itu, tolong dibaca dan disimpan baik-baik. karena inilah surat pertamaku sebagai lelaki-manusia-yang jatuh cinta kepada perempuan-monyet.

Yang Pernah dulu di hatimu,


Cerpen ini Tulisan dari Derry Ardyan.

.:Artikel Terkait:.

lintasberita