Halo Sobat! | Members area : Register | Sign in
Pasang Iklan | Kontak | Profile | Link | Donasi | Sitemap
Artikel Terbaru :

Sepenggal Kisah dari Commuter Line

Ditulis Oleh Keyoy on 02 Desember 2011 | 12/02/2011 12:11:00 PM

Dia memegang erat pergelangan tanganku , kami berlari mengejar kereta yang tak lama lagi berangkat, sesekali dia masih menyempatkan menatapku dan tersenyum. Dengan sigap dia menjagaku dari desakan penumpang lain yang berebut memasuki pintu commuter line. 

Sejak commuter line menerapkan uji coba sistem baru yakni sistem loopline , suasana stasiun makin riuh dari biasanya. Banyak wajah-wajah tegang, kecewa dan panik. Sosialisasi yang kurang membuat penumpang bingung dan merasa sangat di rugikan terutama para pegawai. Bisa ku fahami. 

Commuterline atau KRL masih menjadi plihan favourite warga Jaboetabek. Mungkin karena murah, 1500 untuk kelas ekonomi dan 6500 untuk ac, selain itu tentunya karena tidak terjebak kemacetan. Namun sekarang kondisinya berbeda banyak pegawai di daerah Sudirman mengeluhkan bahwa mereka harus menempuh waktu lebih lama karena harus nyambung kereta atau transit.

“ haus?” tanyanya sambil tersenyum, aku menggeleng, Dia melempar pandangannya ke luar jendela. Sepanjang jalan kami membicarakan banyak hal. Sambil sesekali ku pandangi wajahnya tampak samping, yah memang ganteng dan karismatik. Aku juga memandangi sosok-sosok di hadapanku. Ada yang berpenampilan rapih, ada yang berpakaian sangat matcing,  dari jilbab, baju,tas dan sepatunya bahkan warna casing hpnya. Ada yang terlalu memaksakan diri dengan model baju yang sedang “in” padahal menurutku tinggi badannya sangat tidak mendukung dan seolah tenggelam dalam blouse kaftan. 

Ada yang berpenampilan sangat santai dengan kaos oblong dan sandal jepit. Ada yang nyentrik, dengan sentuhan kecil accecories etnik lumayan suka aku melihatnya. Itu pemandangan dalam commuter line ber ac, lebih heboh lagi pemandangan di KRL ekonomi. Pedagang boleh masuk kereta, ada pedagang minuman, permen dan tissue, pulsa, makanan ringan, buah-buahan, kue-kue basah, alat tulis, accecories, casing hp, charger hp, bahkan lem tikus. “Pasar di kereta” itu walau kadang agak mengganggu kenyamanan namun menurutku memang cocok atau lumayan membantu para pegawai wilayah Jabodetabek. 

Bukankah sesampai di rumah mereka sudah lelah dan mungkin sudah tidak sempat lagi meluangkan waktu untuk membeli kebutuhan kecil namun penting.. Ketika ku ungkapkan hal tersebut pada suamiku, dia manggut-manggut sambil tersenyum, menatapku lekat, tatapan yang masih membuatku tersipu dan menumbuhkan 1001 mawar merah di hatiku, walau sebelas tahun sudah kami lalui bersama.

Aku sungguh menikmati transaksi-transaksi kecil di kereta itu, roda perekonomian bangsa terus bergerak, walau melalui roda-roda kecil namun sungguh pasti. Murni, polos, tanpa korupsi.

Kereta sampai di stasiun transit, beberapa penumpang turun, salah satunya yang duduk di dekat tempatku berdiri, tentu saja aku segera memanfaatkan tempat duduk kosong itu, sampingku adalah seorang ibu yang lembut dan cantik. “Duduk sini Nak…dekat Ibu !”.Suara itulah yang membuatku segera mengambil kesimpulan bahwa dia wanita yang lembut. Suamiku masih berdiri di sampingku. Karena tidak ada lagi tempat duduk yang kosong di dekatku.
Mau kemana Nak ?”

Ke Tanah Abang Bu !”

“ Oh sama Nak !”

Mau belanja Bu ?”

Nggak Nak, ibu ada toko di Tanah Abang !”

Ohhh begitu? Pakaian muslim atau jilbab atau…mukena Bu ?”

Pakaian muslim Nak, blouse, gamis, kaftan, cantik-cantik deh, silahkan mampir !“

„ Iya Bu, boleh-boleh !“

Ibu juga ada kios khusus celana jeans Nak “

Oh ya ? kebetulan sekali Bu, kami sedang mencari celana jeans pesanan dari sebuah perusahaan tambang, untuk para pegawai lapangan ! Bisa saya meminta kartu nama atau alamat kios Ibu?“

Tapi tidak di Tanah Abang Nak. Kalau mau mencari jeans mengapa ke tanah abang Nak ?”

Oh, tidak Bu, saya ke Tanah Abang mencari jlbab pesanan sebuah asrama putri dan pesanan teman yang baru membuka toko Busana Muslim di dekat kampus kami dulu ! 

Oh…begitu, nanti ibu tunjukkan toko jilbab milik kawan Ibu ya, nanti bareng Ibu saja ya…tokonya lengkap dan kawan ibu ini orangnya mudah, tidak terlalu sulit di tawar hehehe!“

Oh ya? Subhanallah, terimakasih sebelumnya bu…! Oh ya Bu, bagaimana Bu, bisa saya minta kartu nama atau alamat kios Ibu?. Ibu itu mulai merogoh tasnya tak lama kemudian menyerahkan selembar kartu nama padaku, tanpa ku baca lebih dahulu, kartu nama itu ku masukkan begitu saja ke dompet. Aku ingin menceritakan kabar baik yang baru saja aku dengar. Namun ku dapati dia sedang memejamkan matanya , tak tega aku mengganggu tidurnya walau aku yakin itu hanya tidur ayam. 

„ Biarkan dulu Nak, kasihan…!“

Iya Bu …!“ Hatiku berbisik, benar adanya bahwa Ibu ini berhati kembut.

„ Nak, wajahnya serasi sekali ya dengan suaminya hehehe !“

Oh ya Bu? Masak sih ? Alhamdulillah, mungkin karena jodoh ya Bu hehehe!”
„ He he he katanya sih begitu !

Sepanjang perjalanan kami mengobrol, nyaman dan damai hatiku, seolah aku dekat dengan ibuku sendiri. Ibu Gendhis, demikian namanya. Dia bercerita banyak tentang anak-anaknya salah satunya yang mengelola kios khusus celana jeans di Cipulir Trade Centre, Jakarta Selatan. Kadang ku lihat mendung bergelayut di jendela matanya, namun aku tak berani bertanya lebih jauh.

Kami sampai di stasiun Tanah Abang. Beberapa menit kemudian kami sudah mendekati gedung-gedung bernuansa ke arab-arab an itu. Tanah Abang, termasuk dalam pusat belanja pakaian yang besar di Asia. Bu Gendhis menunjukkan toko jilbab milik kawannya dan tak ketinggalan aku mampir ke tokonya. Naluri wanita ku mulai tersentuh ketika melihat blouse-blouse cantik dan aneka kaftan mewah bertebaran disana sini. Tak tahan aku melihatnya. 

Di sekitar stasiun tanah abang cukup banyak jasa ekspedisi dan jasa kuli panggul, jadi tak perlu repot-repot, membawa pulang dulu barang-barang dagangan, kami langsung mengirimnya ke alamat tujuan. Selain 12 potong blouse dan 12 potong kaftan yang tadi ku beli di Toko Bu Gendhis. Agenda pertemuan ibu-ibu wali murid sebentar lagi, tentu saja tak ku lewatkan kesempatan itu untuk menenteng dagangan.

Kembali aku berada di commuterline non ac alias ekonomi, kali ini aku mendapat tempat duduk yang nyaman karena kami pulang sebelum jam pulang kerja. 

Cipulir, adalah pasar pagi. Para pedagang membuka tokonya sejak pukul 05;30. Selepas subuh aku dan suamiku segera meluncur ke sana. Perjalanan pagi masih menyenangkan di tempuh dengan mobil. Dari kios ke kios kami mencari barang yang sesuai permintaan. Sambil terus mencari alamat toko anak Bu Gendhis. Akhirnya kami menemukannya, dengan ramah kami di sambut seorang wanita cantik dan berpenampilan bagus, good look, menurutku tepat sekali wanita itu bisnis fashion. 

Aku memperkenalkan diri dan menceritakan sedikit pertemuanku dengan Bu Gendhis. Kami pun segera akrab. Tawar menawar terjadi sangat singkat. Aku segera mengirim sejumlah uang melalui m-banking. Seorang laki-laki datang dan berdiri di samping suamiku. 

Mas, kenalkan, mbak dan mas ini kenalan ibu di kereta !“ Aku masih serius dengan urusanku, suamiku berkenalan dengan laki-laki itu. Transaksi sukses. Aku mengangkat wajahku.

Zee !!! “ Sapa laki-laki itu sambil menunjukku, gayanya masih seperti dulu, flamboyan. 
Doni ??? “ Kami pun terbahak, sungguh sebuah pertemuan yang tak disangka-sangka, aku bertemu kawan lama. Aku melirik suamiku, acuh tak acuh masih asyik mengamati jeans. Kami terharu biru dalam pertemuan yang tak di sangka-sangka itu. Sekitar 15 menit kemudian aku berpamitan. Doni sebenarnya menahan kami dengan alasan jam kantor, macet. Tetapi aku bersikeras untuk pulang. Beberapa pegawai mengangkat barang ke mobil, Doni mengikuti kami sampai di tempat parkir. Benar saja jalanan macet. Aku mulai jenuh, untung saja aku sedikit mengantuk, aku segera memejamkan mataku. Tak lama kamudian kurasakan mobil berhenti.

Starbuck dulu Zee…aku pernah janji mengajakmu kesini kan?’ Aku bersorak kegirangan, norak dan alay . Suamiku tertawa cekikikan. Hp ku bergetar…

Zee…kamu masih seperti dulu ya.

Aku manarik nafas, segera ku hapus sms itu. Nomor asing, tetapi aku faham, itu sms Doni. Menyesal aku menyerahkan kartu namaku. Sebenarnya kartu nama itu ku serahkan pada istri Doni, sebelum Doni datang, sebelum aku mengetahui bahwa pemilik toko itu Doni.

Zee…kapan ya kamu datang lagi ke toko ku?”

Kenapa Zee…koq tiba-tiba tegang begitu ?’

“ Masak sih ? Kelihatan ya Mas ? Kopinya ga datang-datang sih !“ Aku ber kamuflase. Dan aku jijik sendiri dengan sikapku. Hp ku kembali bergetar

Zee…kalau ada pesanan jeans partai besar, tidak perlu kemana-mana ya…buat mu discount special . 

Di susul sms berikutnya,
Zee…you so special for me

Walau berada di ruang ber ac namun aku mulai merasa gerah, detak jantungku makin kerap dan aku faham itu bukan karena kafein, kepalaku mulai sedikit pening. Ku lihat suamiku masih asyik menikmati kopinya. Busyetttt, Doni benar-benar merusak acara romantisku Entah berapa kali Doni mengirimkan sms selama aku duduk minum kopi bersama suamiku. Hp segera ku matikan, beberapa sms tak sempat ku baca. 

Aku me re set kembali suasana hatiku dan ku nikmati secangkir kopi nan lezat. Keluar dari „warung kopi“ itu Hp kembali ku aktifkan, bukan karena penasaran dengan sms Doni tapi aku harus profesional, sms dan miss call dari relasi bisnis maupun kawan-kawan „seperjuangan“ ku di sebuah yayasan tentu sudah ber tumpuk-tumpuk..

Berulangkali suamiku menengok ke arahku. Lama –lama aku risih dengan sikapnya dan aku meluncurkan kalimat protes.

Justru aku heran melihat sikapmu itu….kenapa sih ?“. Seperti rasa mual yang tak tertahankan dan akhirnya tumpah. „ Nih…baca Mas !“ Aku menyodorkan hp, suamiku masih tenang saja, stabil membawa mobil.“ Ya, nanti aku baca, tenang saja…aku percaya tidak ada yang kamu sembunyikan dari suamimu !“ Aku menyahut sambil tertawa ” Bagaimana dengan suamiku?” Dia terbahak. 

Kami sudah keluar pintu tol Bekasi Barat. Jam tanggung untuk makan siang, tetapi suamiku mengeluh lapar dan membelokkan mobil ke pelataran Metropilitan Mall.

Gaya banget sih….sarapan di warung kopi mahal sekarang makan di Mall, enakan makan mie ayam di dekat rumah Mas!“

Hem ? Ini lho, sekali-kali bikin seneng orang yang lagi suntuk !“

Kami terbahak, dia melinghkarkan tangannya di pinggangku, berjalan menuju tempat makan.
Ohhh, jadi itu si Doni ? ”

Ya, cowok metrosexual haha…!”

Kurang ajar juga ya dia !” Aku terdiam , aku faham benar dengan watak suamiku, emosinya memang tidak meledak-ledak, sangat stabil, tetapi bukan berarti dia tidak bisa marah, tersinggung dan muak. Ku genggam tangan suamiku.

Makanya Mas, sudah cukup, tidak perlu kita berhubungan bisnis dengan dia lagi ! Sejak keluar dari tokonya aku masih berpikiran positif dan sama sekali tidak ada niat memutuskan hubungan yang kembali terjalin tanpa sengaja ini ! Tetapi, dia menyulut kemarahanku, menginjak harga diriku, memangnya aku bangga masih di cintainya? Ihhh…dari dulu aku juga ga minat koq, ply boy cap 3 gayung hahaha !“

Kalau kamu nggak marah. dan risih dengan sikapnya….aku pantas meragukan kesetiaanmu sebagai istri !“ Aku kembali terdiam.Walau aku faham dia tidak marah padaku tetapi jantungku ber degup kencang, tidak biasanya suamiku berkata-kata semacam itu. „ Tapi aku percaya kamu Zee….kau wanita yang bisa menjaga kehormatan suami dan keluargamu !“ Dia tersenyum dan menatapku dalam, seperti kebiasaannya. 

Pagi itu aku dan suami kembali berada di commuter line menuju tanah abang. Aku mengeluarkan hp dari tasku.

Nak Zee….tidak di sangka ya kita bisa bertemu di kereta dan mungkin memang sudah takdir Doni bertemu Nak Zee lagi. 

Nak Zee, Doni mengidap HIV AIDS. Buatlah dia bahagia sebelum dia pergi Nak. Temuilah dia….

Sebaris sms dari Bu Gendhis membuat pandangan mataku tiba-tiba kabur, kereta seolah tidak berjalan lurus, tetapi berputar-putar, keringat dingin bermunculan dari pori-pori kulitku. Ku sandarkan kepalaku di lengan suamiku sambil terisak pilu.

Bekasi, di awal Desember

Tulisan ini ditulis Oleh Zakiyah Rosidah

.:Artikel Terkait:.

lintasberita